Kewajiban-kewajiban Peminjam
Dalam perjanjian pinjam meminjam uang, pihak peminjam atau debitur harus memahami tentang kewajiban-kewajibannya seperti menurut pasal 1763 KUH Perdata.
Pasal 1763 KUH Perdata yang berbunyi:
Orang yang menerima pinjaman sesuatu diwajibkan mengembalikannya dalam jumlah dan keadaan yang sama, dan pada waktu yang telah ditentukan.
Jika si peminjam tidak mampu mengembalikan barang yang dipinjamnya dalam jumlah dan keadaan yang sama, maka ia diwajibkan membayar harganya, dalam hal mana harus diperhatikan waktu dan tempat di mana barangnya,menurut perjanjian, harus dikembalikan.
Adapun menurut pasal 1764 KUH Perdata yang berbunyi:
Jika ia tidak mampu memenuhi kewajiban ini, maka ia di wajibkan membayar harga barang yang dipinjamnya, dalam hal mana harus diperhatikan waktu dan tempat di mana barangnya, menurut perjanjian, sedianya harus dikembalikan.
Kalau kita perhatikan bunyi ketentuan pasal 1764 KUH Perdata seperti telah di sebutkan di atas, terkandung dua tujuan sekaligus.
- Pertama, pasal tersebut mengatur permasalahan risiko yaitu apabila terjadi keadaan memaksa, maka risiko pengembalian dipikul oleh pihak yang meminjamkan.
- Kedua, memuat aturan yang praktis. Maka pasal tersebut, di samping mengatur soal risiko, juga sekaligus merupakan peraturan yang praktis untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi dalam memenuhi kewajiban terhadap pengambil barang.
Adapun yang di maksud risiko, menurut Subekti (59:2004) ialah kewajiban memikul kerugian yang disebabkan karena suatu kejadian di luar kesalahan salah satu pihak.
Tentang saat pengembalian harus tepat pada waktunya, yaitu sebagaimana telah ditentukan dalam perjanjian. Sehubungan dengan hal tersebut, dapat penulis uraikan sebagai berikut:
- Jika dalam perjanjian ditentukan batas waktunya, maka:
a. Harus dikembalikan tepat pada batas waktu yang diperjanjikan oleh peminjam;
b. Pihak yang meminjamkan tidak boleh meminta pengembalian barang/uang sebelum sampai batas waktu yang diperjanjikan. - Apabila jangka waktunya tidak ditentukan dalam perjanjian, maka:
a. pihak yang meminjam boleh meminta pengembalian serta dapat dikembalikan oleh si peminjam dengan suka rela;
b. apabila permintaan pengembalian dilakukan pihak yang meminjamkan melalui proses pengadilan hakim harus memberi suatu waktu pertangguhan, setelah melihat atau mempertimbangkan hal ikhwal yang bersangkutan dengan waktu pertangguhan tersebut.
Artikel ini dibuat hanya untuk informasi semata. Jika Anda ingin mengetahui lebih jauh tentang pembahasan ini, silakan baca buku atau sumber informasi yang ada di bagian referensi. Terima kasih.
REFERENSI
Artikel:
Subekti. 2004. Hukum Perjanjian. Jakarta: PT. Internusa
Gambar:
Dokumen pribadi