Pengertian Wanprestasi dan Akibatnya
Dalam perjanjian, kewajiban si berutang (debitur) adalah dengan memberikan sesuatu hal yang harus dilaksanakan (prestasi). Namun apabila si berutang tidak memenuhi kewajibannya maka ia dapat dikatakan melakukan wanfrestasi.
Menurut Subekti, mengatakan bahwa pengertian wanfrestasi yaitu:
Apabila si berutang (debitur) tidak melakukan apa yang dijanjikannya, maka dikatakan ia melakukan wanfrestasi. Ia alpa atau lalai atau ingkar janji, atau juga ia melanggar perjanjian, bila ia melakukan atau berbuat sesuatu yang tidak boleh dilakukannya.
Sedangkan menurut R. Setiawan, definisi wanfrestasi adalah:
Pada debitur terletak kewajiban untuk memenuhi prestasi, dan jika ia tidak melakukan kewajibannya tersebut bukan karena keadaan memaksa maka debitur dianggap melakukan ingkar janji. Ada tiga bentuk ingkar janji, yaitu:
1. Tidak memenuhi prestasi sama sekali;
2. Terlambat memenuhi prestasi;
3. Memenuhi prestasi secara tidak baik.
Adapun akibat-akibat dari wanprestasi sebagaimana terdapat dalam pasal 1238 KUH Perdata disebutkan bahwa:
Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan akta sejenis itu telah dinyatakan lalai atau demi perikatannya sendiri ialah jika ia menetapkan bahwa si berutang akan harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang telah ditentukan.
Jadi debitur lalai (wanprestasi) jika sesuai dengan ketentuan pasal 1238 KUH Perdata. Dan sebagai akibat yang harus dilakukan oleh kreditur terhadap debiturnya yang lalai, maka dapat dilihat apa yang tercantum dalam pasal 1267 KUH Perdata, yang berbunyi:
Pihak terhadap siapa perikatan tidak dipenuhi dapaty memilih apakah ia, jika hal itu dapat melakukan akan memaksa piahk yang lain untuk memenuhi persetujuan, disertai penggantian biaya kerugian dan bunga.
Jadi apabila si debitur lalai, maka akibatnya terhadap debitur tersebut dapat memilih tuntutan-tuntutan sebagai berikut:
- Pemenuhan perjanjian;
- Ganti rugi saja;
- Pembatalan perjanjian;
- Pembatalan perjanjian disertai ganti rugi.
Artikel ini dibuat hanya untuk informasi semata. Jika Anda ingin mengetahui lebih jauh tentang pembahasan ini, silakan baca buku atau sumber informasi yang ada di bagian referensi. Terima kasih.
REFERENSI
Artikel:
1. Subekti. 1999. Hukum Perjanjian. Jakarta: PT. Intermasa
2. R. Setiawan. 1994. Pokok-pokok Hukum Perikatan. Jakarta: PT. Putra A Bardin
3. Thomas Suyatno, dkk. 1993. Dasar-dasar Perkreditan, Jakarta: PT. Gramedia
Gambar:
Dokumen pribadi